Selasa, 23 Oktober 2012

SIA-SIA KALO HANYA SEKEDAR ROHANI !!


Rohani Tanpa Kasih = Sia-sia

Suatu kali saya duduk dan mulai berdiam, hendak merenungkan sesuatu meskipun akhirnya saya tidak mendapati suatu hal untuk direnungkan. Tiba-tiba saja terlintas suatu hal dalam benak saya. Inilah yang terlintas itu :
“Saya dan si A, adalah dua orang sahabat. Seandainya saya adalah seorang yang rohani, bahkan sangat rohani. Dan si A yang juga seorang rohani, dan juga tidak kalah rohani. Kami berdua mengerti firman, dan kami juga sama-sama berkata melakukan firman. Sampai suatu saat ada masalah diantara kami. Memang bukan karena suatu dosa, tetapi hanya karena kami berbeda. Semenjak kami berbeda, kami tidak lagi menjadi seorang sahabat. Kami tidak pernah lagi bertegur sapa, meskipun ada kesempatan untuk bertegur sapa. Tetapi kami tetaplah orang yang rohani di tempat kami masing-masing berada.”
Dari apa yang terlintas di kepala saya, mulai turun ke hati saya sebuah pertanyaan “Apakah kami tidak akan saling menyapa, bahkan ketika kami di Sorga??” Ataukah kami tidak akan masuk Sorga hanya karena kami tidak saling menyapa di bumi ini, sekalipun kami orang yang rohani??”
Banyak orang Kristen yang begitu rohani, bahkan sangat rohani, dan terkadang saya menyebut mereka sebagai kaum yang Eksklusif, tidak pernah menyadari hal ini. Orang Kristen mulai menjadi rohani di dalam zona mereka masing-masing. Hal tersebut memang tidak salah, tetapi juga dapat menjadi sebuah warning bagi kehidupan kita.
Seringkali saya membaca bagaimana orang-orang Kristen menjadi begitu bersemangat buat Tuhan, rajin ke gereja, melayani, bahkan mungkin juga sering menyanyi “Mati hidup buat Tuhan….saya kerja di ladangnya Tuhan”. Dan mereka mulai membangun menara mereka masing-masing semakin tinggi di tempat masing-masing. Tetapi tanpa disadari, ada suatu hal yang hilang dari mereka. Ternyata mereka tidak akur dengan saudara mereka, tidak mau saling sapa dengan saudara mereka, bahkan melirik pun tidak mau. Senyum yang dibuka lebar-lebar di pintu gereja (bahkan mungkin lebih lebar dari pintu gereja yang terbuka) untuk menyambut jemaat, tidak ditemukan ketika berada di tengah saudaranya. Jabatan tangan yang hangat menjadi kepalan tangan yang membawa permusuhan.
Seringkali tanpa kita sadari hal ini menimpa dan terjadi dalam kehidupan kita. Perbedaan pendapat menjadi kesalahpahaman, kemudian menjadi pergunjingan, dan akhirnya menjadikan kasih akan saudara itu menjadi padam. Dan ketika kasih itu padam, mungkin akan sangat sulit kita menemukan senyum, sapaan, teguran, sambutan tangan. Dan kalaupun kita menemukan, mungkin tidak lagi murni (bahkan mungkin lebih murni bensin eceran).
Bayangkan saja, apa jadinya Sorga jika dipenuhi orang-orang rohani dengan mahkota mereka yang besar-besar, jubah mereka yang indah-indah, tetapi tidak ada yang saling bertegur sapa satu dengan yang lain??? Saya sangat yakin Sorga bukanlah tempat seperti itu. Sorga itu tempat dimana kita saling megasihi. Saling menyapa, saling menegur dan saling bersukacita satu dengan yang lain, saling memeluk, saling bergandengan tangan dalam damai sejahtera Allah.
Jadi, kalau begitu siapa yang akan masuk Sorga?? Jawabannya bukan si A, si B, si C. Namun orang rohani yang hidup dalam kasih!!
Paulus menuliskan dalam Roma 15:5, memohon kepada Tuhan agar mengaruniakan kerukunan dalam jemaat. Roma 15:1 juga menegaskan bahwa jemaat harus saling menanggung beban, bukan untuk mencari kesenangan sendiri. Kata kesenangan disini menggunakan kata “aresko”. Kata ini berarti berkenan, menyenangkan, menyukakan. Kata “aresko” ini menunjukkan kepada sebuah tindakan yang berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan (Galatia 1:10). Juga 1 Tesalonika 4:1, kata ini menunjukkan sebuah hubungan bergaul karib dengan Allah secara intim dan menjadi berkenan melalui hubungan tersebut. Hal ini tentu saja merupakan sebuah hal yang harus diwaspadai. Ketika seseorang berusaha untuk mencari dan menyukakan Allah melalui sebuah hubungan intim dengan Allah dan menjadi rohani, Paulus mengingat agar mereka juga tetap saling menanggung beban satu dengan yang lain.
Lebih tegas lagi, Roma 12:9 mengatakan agar kasih itu tidaklah pura-pura. Kata tidak pura-pura menggunakan bahasa “anupokritos” yang berarti ikhlas, tidak munafik. Kata yang sama juga muncul dalam Yakobus 3:17, yang menggambarkan hikmat Allah yang masih murni. Kasih seorang percaya hendaklah sama murninya dengan hikmat dan kasih yang dari Allah. Jadi nampak dengan jelas bahwa Paulus mengingatkan jemaat agar mereka memiliki kasih sebagaimana kasih Allah yang tidak pura-pura, tidak munafik.  Oleh sebab itu, hendaknya sebagai seorang yang percaya, kita harus saling mengasihi satu dengan yang lain. Menghilangkan kepura-puraan, dan dengan tulus mengasihi.
Mungkin kita akan membela diri kita dan berkata “Ah, hal itu bukanlah hal yang gampang. Seandainya kita disakiti, pasti kita tidak akan terima. Dan wajar kalau kita sakit hati” Yuph, hal itu memang benar. Kita tidak bisa melarang orang untuk menyakiti kita, tetapi kita bisa melarang diri kita supaya tidak sakit hati dengan mereka!!!
Martin Luther pernah mengatakan “Kita tidak bisa melarang burung terbang di atas kepada kita, tetapi kita bisa melarang burung untuk hinggap di kepala kita” Sedangkan Napoleon Hill mengatakan “Tak seorang pun membuat Anda marah, cemburu, dan sakit hati, kecuali Anda mengijinkannya. Demikian juga sebaliknya”
Mengasihi bukanlah suatu pilihan, meskipun banyak orang yang menganggap itu sebagai sebuah pilihan. Mengasihi itu mutlak. Mengasihi itu adalah keharusan. Dan kita harus mengasihi. Jangan sampai menjadi orang-orang rohani yang tidak lagi memiliki kasih. Paulus, yang kita kenal sebagai seorang Rasul yang luar biasa menyadari bahwa tanpa kasih semua akan menjadi SIA-SIA!! (1Kor 13).
“Ajarilah kami ini saling mengasihi..ajarilah kami ini saling mengampuni…ajarilah kami ini kasihMu ya Tuhan…..”
Mari saling MENGASIHI!!



Yohanes Nainggolan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar